Jumat, 07 Agustus 2009

Saatnya (Pemuda) Memimpin Bangsa Ini

Telah banyak permasalah yang telah melanda negeri ini. Yaitu memudarnya batas-batas Negara (Terkait Globalisasi dan Kemajuan Tekhnologi. Nilai-nilai kebersamaan,toleransi, dan dialog yang sangat diperlukan demi keutuhan dicampakkan disubstitusi dengan kultur dan nilai-nilai egoistis, Pragmatis, dan opurtunistis. Belum lagi potensi konflik dan main hakim sendiri seakan sudah bukan rahasia umum lagi yang menghinggapi bangsa ini.

Kompleksitas persoalan bangsa sekarang ini juga sering dikaitkan dengan lemahnya kepemimpinan di level nasional maupun lokal. Pasca-kemerdekaan, sulit menemukan kepemimpinan yang mampu menggerakkan' seluruh komponen bangsa, bersatu mewujudkan kepentingan nasional sekaligus
memiliki visi kuat menangani aneka persoalan negara bangsa yang kompleks ini.
Dalam batas tertentu, meski bukan suatu altruisme, realitas sosial politik ini bisa dipahami. Jika pemimpinmasa lalu lahir dari rahim idealisme perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan, pemimpinsekarang umumnya lahir dari rahim zaman pragmatisme. Sebagian dari mereka, bahkan tipikal elit yang tidak satu kata dan perbuatan. Elit politik dalam sejarah kontemporer juga cenderung menonjolkan kepentingan sempit dan jangka pendek.
Tak heran, ketika elit berteriak soal kepentingan rakyat dan negara, publik tak serta merta percaya.

Masalahnya tentu bukan pada persepsi publik yang cenderung apatis, tetapi justru pada kualifikasi dan kapabilitas pemimpin yang muncul. Belum terlihat indikasi kuat bakal tampilnya suatu kepemimpinan nasional yang punya kapasitas, kapabilitas, akseptabilitas, visi dan kredibilitas yang kuat menanganipersoalan bangsa yang kompleks. Lapisan pemimpin yang dominan sekarang adalah kelompok elit politik yang tidak memiliki kinerja dan track record yang meyakinkan.

Pemuda dan Ketertarikan di dunia Politik
Tampilnya sosok Obama dalam estafet presidensial Amerika 2009 ternyata mampu mengubah persepsi tersebut. Hasil polling Gallup menunjukkan bahwa Obama mampu menarik 57% dari dukungan kelompok pemuda (18-29 tahun). Fenomena Obamania ini tentu didukung oleh usia Obama sendiri yang masih 47 tahun. Fenomena Obamania mengajarkan kepada kita bahwa pemuda tidak bersikap apolitis akan tetapi mereka cenderung kritis dan selektif. Dan Kemenangan pasangan Heryawan- Dede Yusuf dalam Pilkada jawa barat 28 oktober 2007 lalu, adalah sebagai Manifestasi dari kepemimpinan kaum pemuda. Usia pasangan Heryawan-Dede Yusuf yang masih relative muda semakin menunjukkan bahwa sudah saatnya pemuda yang memimpin bangsa ini. Hal senada juga disampaikan oleh salah satu pakar politik Indonesia, Fadjroel Rahman, menganggap bahwa momentum kemenangan Hade dalam pilkada Jabar merupakan langkah awal bagi tampilnya kaum muda dalam kepemimpinan nasional dalam pemilu 2009 mendatang.
Nama yang cukup kuat untuk menjadi fenomenon Obamania pada tahun 2009 mungkin dimiliki oleh Yudi Chrisnandi (Golkar) daan dari kelompok muda dari non-partai seperti Yudi Latief dan Anies Baswedan terlihat masih enggan untuk menginjak karpet merah menuju pemerintahan. Nama-nama yang bisa dipastikan akan muncul pada tahun 2009 masih tetap sama, Megawati, Gus-dur, SBY, Jusuf Kalla, Wiranto, dan Sri Sultan.
Hasil beberapa seri focus group discussion di Charta Politika Indonesia bersama kelompok pemuda menemukan bahwa pola ketertarikan serta ketidaktertarikan pemuda Indonesia terhadap politik tidak jauh berbeda dengan pemuda Amerika. Secara lebih spesifik, pemuda Indonesia cenderung menyukai sebuah partai yang memiliki citra bersih dari korupsi dan selalu memberikan bantuan konkrit kepada masyarakat. Retorika, jargon-jargon, dan visi politik menjadi pesan yang tidak menyentuh ketika dalam realita para elit partai tidak mampu memberikan perubahan. Dan dari Hasil survey sebuah media cetak di Jakarta terhadap sekitar 2000 responden menemukan bahwa hanya terdapat 1% kelompok pemuda yang tertarik dengan berita politik di surat kabar. Politik kalah bersaing dengan gosip, musik, sepakbola, dan berita-berita ringan lainnya. Jadi untuk menarik pemuda, politik harus betul-betul diperas menjadi beberapa intisari yang ringan agar pemuda dapat memahaminya dengan mudah. Setelah diintisarikan, pesan-pesan tersebut sebaiknya juga dikemas dalam sebuah packaging yang sesuai, seperti melalui digital campaign, musik yang sedang tren, serta event yang menghibur agar menjadi atraktif bagi pemuda.
Pemuda Dan Sejarah
Paska politik etis, kaum muda Indonesia telah memainkan peranan progressif sebagai pelopor penemuan ide nasionalisme Indonesia. beberapa tokoh kaum muda kala itu, menjadi tulang punggung pergerakan melawan kolonialisme. Sumpah pemuda, 28 oktober 1928, merupakan momentum sejarah awal dari deklarasi “nasionalisme Indonesia”. berbagai perwakilan pemuda dari berbagai latar-belakang etnis, agama, dan aliran politik berkumpul dan mendeklarasikan sebuah ikrar. Peristiwa rengasdeklok yang disebut-sebut cikal bakal dari proklamasi kemerdekaan, juga merupakan hasil kreasi dari kaum muda. Tidak salah, kalau kemudian Bung Pram menyebut hadiah kemerdekaan sebagai hasil perjuangan kaum muda. Sejarah pergerakan Indonesia menampilkan sosok kaum muda yang mengambil peranan menonjol, tidak salah kalau Bennedict Anderson (1972) menyebut jiwa revolusi Indonesia sebagai revolusi kaum muda.
Kekuatan apa yang melahirkan kaum muda pada saat itu,sehingga menjadi modal politik dalam perjuangan yang sangat menentukan; kemerdekaan. Pertama, pemuda-pemuda waktu terlahir dari politik etis yang dijalankan oleh kolonialisme untuk memacu tenaga produktif bagi perluasan kapitalis swasta. Politis etis melahirkan dunia baru;pengetahuan, Koran, organisasi, kesenian, dan sebagainya. Kedua, mereka terlahir dari sebuah situasi; penghisapan kolonialisme selama beratus-ratus tahun, mengarahkan kepada mereka kesadaran nasionalisme anti kolonialisme.
Diakui atau tidak, isu kepemimpinan kaum muda merupakan antitesa dari sistem politik Indonesia yang dikangkangi oleh kaum tua. Kepemimpinan kaum tua selama bertahun-tahun tidak kunjung memberikan perubahan berarti bagi rakyat, malahan sebaliknya. Karena merupakan antitesa, maka kaum muda harus membentangkan jalan baru bagi Indonesia baru. Jalan baru ini, merupakan jalan keluar dari keterpurukan bangsa akibat dominasi asing diseluruh sektor ekonomi (imperialisme) dan mentalitas pemerintahan yang tidak berdaya melawan kepentingan asing. Jadinya, jalan baru merupakan sebuah proyek politik jangka panjang yang mensyaratkan penyingkiran semua bentuk-bentuk kekuatan politik lama. Tidak salah, kalau kemudian semboyan dari kebangkitan kaum muda adalah ; Jalan baru, partai baru, dan pemimpin baru!.
Pertanyaan berikutnya adalah apakah revolusi kaum muda akan benar-benar terjadi lagi, ataukah kita tetap meratapi nasib bangsa yang berada diambang kehancuran?

LUKA

Sampah itu Kamu……………..
Mungkin kau lebih hina dari itu……….
Janjimu yang selalu ikut serta bayanganmu dalam keseharianku..........
Menyiksaku.........
Memenjarakanku..............
Semuanya telah hilang.....
Sejak engkau hilang dari pandangan.......
Kenangan...
Yang pernah tertancap dalam Ingatan
Keceriaan.
Yang pernah terlewatkan...
Harapan....
Yang pernah kita ucapkan
Dulu Sanjungan sering ku lontarkan padamu..........
Dulu perasaan penuh cinta ku tebarkan di setiap sudut taman yang kita kunjungi....
Kini, kata-kat indah seakan tak mampu lagi terungkap...
Kini, keindahan telah berubah menjadi suram........
Kini, atau sampai kapan pun...............

Pesan Bapak untuk Anak-anak mereka

Aku tercipta, untuk mencipta……..
Menciptakan imipian……….
Menciptakan apa yang kuinginkan………
Aku di lahirkan….
Untuku melahirkan…….
Melahirkan harapan……..
Melahirkan senyum bangga kedua orang tua yang telah di makan Usia…
Lihatlah aku anak-anakku…..
Lihatlah aku duniaku………
Lihatlah aku………..
Aku yang tak pernah menyerah oleh keadaan………..
Aku yang tak pernah menangis menentang ke sulitan………
Jangan pernah menyerah Anakku,
Jangan pernah kau tangisi ketidak mampuanmu….
Dan jangan pernah mengaharapkan uluran tangan, selagi engaku mampu merengku sesuatu dengan sendiri…
Rengkuhlah ia……….
Dan jangan pernah engaku lepaskan walau sesaat…
Walau sesaat……..

Selasa, 04 Agustus 2009

Mengenal Kecerdasan Emosional Remaja

Masa remaja dikenal dengan masa storm and stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang bervariasi. Pada masa remaja (usia 12 sampai dengan 21 tahun) terdapat beberapa fase (Monks, 1985), fase remaja awal (usia 12 tahun sampai dengan 15 tahun), remaja pertengahan (usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun) masa remaja akhir (usia 18 sampai dengan 21 tahun) dan diantaranya juga terdapat fase pubertas yang merupakan fase yang sangat singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remaja dalam menghadapinya. Fase pubertas ini berkisar dari usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 16 tahun (Hurlock, 1992) dan setiap individu memiliki variasi tersendiri. Masa pubertas sendiri berada tumpang tindih antara masa anak dan masa remaja, sehingga kesulitan pada masa tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami kesulitan menghadapi fase-fase perkembangan selanjutnya. Pada fase itu remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon dalam tubuhnya dan hal ini memberi dampak baik pada bentuk fisik (terutama organ-organ seksual) dan psikis terutama emosi.


Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bermacam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman sebaya serta aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Masa remaja yang identik dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif. Bila aktivitas-aktivitas yang dijalani di sekolah (pada umumnya masa remaja lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah) tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka remaja seringkali meluapkan kelebihan energinya ke arah yang tidak positif, misalnya tawuran. Hal ini menunjukkan betapa besar gejolak emosi yang ada dalam diri remaja bila berinteraksi dalam lingkungannya.

Mengingat bahwa masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya dan dalam rangka menghindari hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendaknya memahami dan memiliki apa yang disebut kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional ini terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana remaja mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif.


Apa Sih Kecerdasan Emosional


Goleman (1997), mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Lebih lanjut Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam meghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.


Sementara Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya Howes dan Herald (1999) mengatakan pada intinya, kecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut dikatakannya bahwa emosi manusia berada diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.

Dari beberapa pendapat diatas dapatlah dikatakan bahwa kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. 3 (tiga) unsur penting kecerdasan emosional terdiri dari : kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri); kecakapan sosial (menangani suatu hubungan) dan keterampilan sosial (kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain).

Komponen-Komponen Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional bukan merupakan lawan kecerdasan intelektual yang biasa dikenal dengan IQ, namun keduanya berinteraksi secara dinamis. Pada kenyataannya perlu diakui bahwa kecerdasan emosional memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai kesuksesan di sekolah, tempat kerja, dan dalam berkomunikasi di lingkungan masyarakat.

Goleman (1995) mengungkapkan 5 (lima) wilayah kecerdasan emosional yang dapat menjadi pedoman bagi individu untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :

Mengenali emosi diri

Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologi dan pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan. Sehingga tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan keputusan masalah.

Mengelola emosi

Mengelola emosi berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat, hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri. Emosi dikatakan berhasil dikelola apabila : mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan bangkit kembali dengan cepat dari semua itu. Sebaliknya orang yang buruk kemampuannya dalam mengelola emosi akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal negatif yang merugikan dirinya sendiri.

Memotivasi diri

Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui hal-hal sebagai berikut : a) cara mengendalikan dorongan hati; b) derajat kecemasan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang; c) kekuatan berfikir positif; d) optimisme; dan e) keadaan flow (mengikuti aliran), yaitu keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya tercurah ke dalam apa yang sedang terjadi, pekerjaannya hanya terfokus pada satu objek. Dengan kemampuan memotivasi diri yang dimilikinya maka seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya.

Mengenali emosi orang lain

Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain.

Membina hubungan dengan orang lain

Seni dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tanpa memiliki keterampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial. Sesungguhnya karena tidak dimilikinya keterampilan-keterampilan semacam inilah yang menyebabkan seseroang seringkali dianggap angkuh, mengganggu atau tidak berperasaan.

Dengan memahami komponen-komponen emosional tersebut diatas, diharapkan para remaja dapat menyalurkan emosinya secara proporsional dan efektif. Dengan demikian energi yang dimiliki akan tersalurkan secara baik sehingga mengurangi hal-hal negatif yang dapat merugikan masa depan remaja dan bangsa ini. Semoga.

Indonesia (Menuju) Pemisahan Pemilihan Umum Nasional dan Lokal



Judul Buku : REFORMASI PEMILU; Menuju Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal
Pengarang : Dr. Ibnu Tricahyo, SH.,MH.
Peresensi: Musfi Efrizal*
Penerbit : In-Trans Publishing
Cetakan : Pertama, April 2009
Tebal : 167 Halaman

Indonesia memiliki sejarah pemilu yang panjang. Upaya untuk mempertahankan kemerdekaan dan pergolakan politik yang menyebabkan ketidakstabilan pemerintahan menjadikan selama 25 tahun kemerdekaan, pemilu hanya dapat dilaksanakan satu kali. Masa peralihan dari Orde lama (Masa pemerintahan Presiden Soekarno) menjadi Orde Baru (Masa pemerintahan Presiden Soeharto) meskipun berhasil melaksanakan pemilu lima tahunan, namun itu merupakan sejarah pemilu yang kelam, kerena di laksanakan dengan penuh kecurangan demi mempertahankan kekuasaannya. Jatuhnya rezim Orde Baru yang diikuti dengan penyelenggaraan pemilu tahun 1999 dan 2004 serta dilembagakannya Pemilu dalam perubahan UUD 1945 Memberi harapan terhadap kualitas Pemilu di Indonesia, khususnya masyarakat secara keseluruhan.

Pemilihan umum dikonsepsikan sebagai instrument penting untuk manampung aspirasi rakyat, pemilu juga merupakan metode universal digunakan untuk mengisi keanggotaan lembaga perwakilan. Pemilu pun di gunakan untuk memilih Presiden dan Kepala Daerah. Pemilihan sistem pemilu yang diterapkan akan menentukan terstrukturnya hubungan antara pemilih dengan calon dan hubungan wakil dengan rakyatnya. Struktur hubungan inilah yang akan menentukan tingkat responsifitas wakil terhadap aspirasi rakyatnya. Salah satu cara untuk menstrukturkan hubungan antara rakyat dan wakilnya adalah dengan meningkatkan kualitas demokrasi di daerah. Dan juga menata menejemen pemilu dengan cara memisahkan penyelenggaraan Pemilu Lokal dan Nasional.

Menata ulang menejemen pemilu dengan memisahkan Pemilu nasional dan lokal berkaitan erat dengan perubahan politik hukum Otonomi Daerah yang memberikan bobot luas kepada setiap daerah. Sebenarnya wacana pemisahan antar tingkat pemerintahan pernah ada, yaitu pada tahun 1998 saat merancang undang-undang Pemilu untuk Pemilu tahun 1999 dan saat penyusunan undang-undang Pemilu untuk tahun 2004.

Masalah yang timbul justru ketika menejemen pemilu yang diselenggarakan secara serentak secara nasinoal akan terpinggirkannya agenda lokal, kerena akan selalu tertutupi oleh agenda atu masalah nasional. Demikian politisi lokal tidak akan mampu mandiri, karena selalu berada di bawah bayang-bayang politisi nasional.

Di dalam Buku Reformasi pemilu ini, Anies Rasyid Baswedan Mengajukan konsepsi pemisahan pemilu lokal dan nasional. Menurut dia, pemisahahan antara pemilu lokal dan nasional akan mampu menciptakan politisi yang berbasis daerah dan mandiri dari pimpinan nasional serta responsif terhadap aspirasi rakyat di setiap daerah. Dengan kata lain pemisahan antara pemilu akan membebaskan para politisi dan agenda lokal dari politisi dan agenda nasional. Dengan demikian, program otonomi daerah benar-benar berpeluang membangun demokrasi lokal yang berorentasi pada penguatan dan penembangan masyarakat lokal. Dan dengan jalan ini, demokrasi yang dihasilkan merupakan demokrasi yang bisa responsif terhadap kepentingan dan aspirasi rakyat, terutama rakyat yang berada di setiap daerah. Gagasan Anies ini disampaikan dalam tujuh potensi manfaat;
Pertama, Melalui pemisahan itu, rakyat yang memilih bisa membedakan dengan jelas antara politik daerah dan politik nasional.
Kedua, Politisi daerah akan kesulitan untuk sekedar membonceng nama politisi nasional. Dalam pemilu yang di selenggarakan dalam waktu yang bersamaan, politisi daerah cendrung mengangkat isu-isu nasional.
Ketiga, Implikasi institutional dari perubahan itu adalah partai politik dipaksa serius untuk membangun organisasi dan agenda politiknya di tingkat daerah. Agar bisa memperjuangkan agenda lokal, partai politik harus terus menerus memantau persoalan di daerahnya.
Keempat, Terangkatnya isu daerah tersebut dalam arena politik, akan merangsang rakyat agar menyadari hubungan antara masalah keseharian dan proses politik.
Kelima, Kesadaran korelasi antara proses politik dan isu tersebut akan membuat perseterus ideologis yang abstrak dan harus diterjemahkan menjadi kompetisi ideologis yang praktis.
Keenam, Kompetisi ideologis yang praktis tersebut pada gilirannya akan membuat proses politik transaksional, artinya rakyat pemilih tidak hanya memberikan suara pada dukungan pada politisi, tapi juga pada imbalan dalam bentuk kepedulian politisi terhadap kepentingan dan aspirasi rakyat pemilihnya.
Ketujuh, Dengan proses politik transaksional tersebut, kepentingan serta hajat rakyat di tingkat daerah akan diperhatikan.

Kemudian ketentuan dalam undang-undang Pasal 22E UUD 1945 yang mengatur bahwa pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPRD, DPD, Presiden serta wakil presiden tidak harus dilakukan secara serentak. Artinya antara pemilu lokal dan nasional tidak harus dilakukan secara serentak. Belum lagi keserentakan penyelenggaraan pemilu tersebut akan membuat administrasi pemilu menjadi kian rumit, dan juga rakyat pemilih dihadapkan pada situasi dan pemilihan yang membingungkan. Sebaliknya jika pemilu nasional dipisahkan selang waktu dua setengah tahun dari pemilu lokal, maka tidak hanya kedua kerumitan tersebut akan berkurang akan tetapi akan sangat berguna bagi yang memilih dan dipilih. Khususnya rakyat indonesia secara keseluruhan.

Kiranya buku yang ditulis oleh Dr. Ibnu Tricahyo ini dapat menjadi refrensi mengenai hukum pemilu di Indonesia, dan apabila indonesia mampu merealisasikan ini maka akan terbentuknya politisi daerah yang mandiri, serta politisi nasional yang tetap responsif terhadap aspirasi rakyat di setiap daerah.

Senin, 03 Agustus 2009

(Kesaksian Diatas Nisan)


Tubuhmu pucat, matamu tertutup Rapat, serta kain kafan yang terikat erat di sekujur tubuhmu. Hari ini adalah hari terkhir aku memandang wajamu. Wajah yang selalu menghiasi malam-malamku dan wajah yang selalu dapat ku percaya.
Kini engkau telah tiada, dan meninggalkan seberkas kenangan yang tersisa”.

Suatu Malam kita berdua duduk, di pinggiran jalan sambil menghisap ganja yang sedikit tersisa. Kita berdua tertawa, seakan kenikmatan dunia selalu ada untuk kita. Aku dan kamu mempunyai nasib yang sama. Orang tuamu bercerai ketika kamu masih berumur lima tahun, kemudian kamu diasuh oleh pamanmu. Sementara aku tak tahan dengan semua aturan yang telah di buat oleh kedua orang tuaku. Mereka terlalu otoriter, sehingga kebebasanku terbunuh oleh sikap mereka.

Sedari kecil aku tak pernah merasakan kebahagiaan dalam keluargaku, aku selalu mendapat perlakuan keras dari ayahku. Ibuku yang di kenal oleh tetangga sekitar, orang yang Ramah dan suka penolong. Ternyata di rumah Ia tak ubahnya Monster, yang siap memakanku setiap saat. Kata-katanya selalu kasar, dan tak pernah memehami yang aku rasakan.
Belum lagi ketika aku dipaksa menikah dengan orang yang sama sekali tak aku cintai.
Aku menolak, karena usia calon suamiku tersebut jauh lebih tua dariku. Ibuku bilang, kalau aku menikah dengannnya maka masa depanku akan terjamin. Karena memang ia adalah pengusaha kaya.
“Ira! Pokoknya besok kamu harus bertemu dengan calon suamimu, dan jangan pernah kamu mengecewakan Ayah dan Ibu.
Bu, sedari kecil Ira selalu menuruti kata-kata kalian berdua. Tapi untuk yang satu ini Ira tak akan melakukannya. Apa pun konsekuensi yang harus Ira terima.
Kalau kamu tidak mewujudkan ini semua, lebih baik kamu pergi dari sini. Aku tak sudi mempunyai anak sepertimu. Bentak Ibu.
Baik Bu, jika itu yang Ibu inginkan. Ira akan pergi dari rumah ini. Lagi pula Rumah ini bagaikan neraka Bagi Ira.
Ya sudah, sekrang kamu bereskan pakaian kamu. Dan jangan pernah kembali lagi kerumah ini.
Sambil menarik tanganku dengan keras, ibu memaksaku membereskan pakaian. Sementara Ayah hanya mampu melihat, tanpa sedikit pun melakukan pembelaan kepadaku.
“Dasar anak tak tahu diri” itulah kata-kata terakhir yang di ucapkan oleh Ibuku.

Ku susuri setiap jalan, sambil meneteskan air mata. Aku merasa hidup ini tak adil. Mengapa kedua orang tuaku begitu tega berbuat ini semua kepadaku? Dan mengapa kebahagiaan tak pernah aku dapatkan selama ini?
Hingga pada akhirnya aku menemukan “seseorang” yang nasibnya tak jauh berbeda denganku. Yaitu sama-sama mempunyai masalah dengan keluarga.
Awalnya ku kira ia orang jahat, karena penampilannya yang kacau. Namun setelah ku kenal ia lebih jauh. Ia bagaikan “malaikat” yang telah melepaskanku dari kelamnya hidup.

Ku jalani hari-hariku bersamanya, sekalipun ku hu ini tak sesuai. Tapi aku merasa mendapatkan kebebasan yang lama aku impikan. Karena selama ini kebebasanku telah terpenjara.
“Rama, aku lapar”. Keluhku
“Ayo kita cari makan”.
“Tapi Kita kan tak mempunyai uang”
“Maka dari itu kita harus cari”
“Mencuri lagi maksudmu”? aku tak mau mencuri lagi, karena itu akan membahayakan kita berdua.
“Kamu takut”?
“Bukan begitu Rama, aku hanya tak ingin engkau celaka”.
“Begini saja, gi mana kalau kita cari kerja” ajak Rama.
Ya aku setuju.

Setelah seharian berkeliling, akhirnya aku mendapatkan kerja di rumah makan. Sekali pun gaji yang kuterima tak sebanding dengan keringat yang kukeluarkan, namun aku senang kerja di sini, Dari pada mencuri.
Gi mana Ra?
Aku kerja di rumah makan, kamu Rama?
Jadi tukang parkir Ra.
Oh ya berapa uang yang kamu dapatkan hari ini? Tanya Rama.
“Ada sekitar lima puluh ribu”
Aku dapat lima belas ribu, jadi semuanya ada enam puluh lima ribu. Cukup buat kita makan dan membeli ganja.
Ya Rama, kebetulan aku juga lapar.

Narkoba dan hidup di jalanan adalah pelarian yang pas untuk meringankan semua beban yang kita tanggung selama ini.
Aku tak pernah membayangkan jika tak bertemu denganmu, Mungkin aku telah mati.. Engkau adalah satu-satunya bintang yang selalu akan bersinar dalam lubuk hatiku.
“Rama, aku ingin engkau berjanji tak akan pernah meninggalkan aku seorang diri”.
“Janji Apa”?
“Ya pokoknya kamu harus berjanji”.
“Kalau aku tidak mau”
“Pokonya kamu harus mau”, paksaku
Sambil memegang tanganku, Rama mengatakan sesuatu yang ku harap itu tulus dari dasar hatinya.
“Ira, hanya kamu satu-satunya orang yang aku miliki saat ini. Masa depanku hancur, hidupku suram. Bagaimana mungkin aku meninggalkanmu”. Apa pun akan kulakukan untuk membuatmu bahagia, Tak terkecuali nyawaku.
Ah, sudahlah ayo kita pulang. Ajakku
Pulang ke mana? Tanya Rama”
Ya Kerumah.
Memang kita punya Rumah?
Ya, pasalnya tadi pagi ketika kau masih tidur, sengaja aku mencari sebuah gubuk untuk tempat tinggal kita.
Ngomong-ngomong dari mana kamu mendapatkan uang Ra? Rama bertanya dengan sedikit penasaran.
Ah sudahlah yang penting malam ini kita mempunyai tempat untuk berteduh.
Sebelum kamu menjawab pertanyaanku, aku tak akan beranjak dari sini.
Baiklah, uang itu aku pinjam dari adikku.
Bukankah aku sudah bilang, jangan pernah engkau meminta sesuatu apa pun dari keluargamu. Bentak Rama
“Tapi aku terpaksa Rama”
Kenapa, Kamu sudah tak lagi mempercayai kemampuanku?
Bukan begitu Rama, uang yang kita dapatkan dari hasil kerja tak akan mungkin dapat memenuhi kebutuhan kita. Untuk makan saja kita tak punya.
Lantas?
Aku juga ingin seperti perempuan yang lainnya Rama, memakai pakaian bagus Dan makan yang enak. Hal tersebut tak pernah sekali pun engkau berikan kepadaku”
Ya sudah kalau kamu merasa sudah tak bahagia lagi denganku, pulang sana! Dan jangan pernah kamu berharap akan berteemu aku lagi.
Tidak Rama, jangan pernah engkau ucapkan kata-kata itu lagi. Bersamamu sudah cukup bagiku.
Kalau begitu, jangan lagi kamu lakukan kesalahan untuk kedua kalinya.
Baik Rama, aku janji.

Aku tak mampu memejamkan mata, sekali pun tubuhku terasa sangat lelah. Aku selalu dihantui oleh ketakutan. Aku takut jika Rama, satu-satunya orang yang paling aku cintai selama ini pergi meninggalkanku. Kepada siapa lagi aku akan menyandarkan kegelisahanku, dan siapa lagi yang akan mendengar keluh kesahku.
Sementara aku telah di anggap mati oleh kedua oraang tuaku, semanjak aku memutuskan untuk pergi dari rumah.

Tak sedikit pun penyesalan yang kuarasakan saat ini. Sekali pun kutahu kedua oraang tuaku sudah tak lagi mengaharapkan kehadiranku di tengah-tengah mereka. Asalkan ada Rama di sisiku, semua duka akan hilang. Dan ia pun pernah berjanji akan berusaha sekuat mungkin untuk buatku bahagia.

“Ayo bangun, bagun. Kita kerja, Ajak Rama”
“Kepalaku pusing”
“Kamu sakit Ra”, ayo ke dokter
Ah ngga’ apa-apa Rama, aku hanya sedikit pusing. Pasalnya tadi malam aku tak dapat memejamkan mataku. Kamu saja yang berangkat kerja, aku hanya butuh istirahat”
Ya sudah kalau begitu, aku pergi dulu. Dan jangan kemana-mana sebelum aku pulang”
Baik.

Dalam mimpiku aku melihat Rama melambaikan tangan, seakan ia ingin pergi jauh dariku. Ku lihat tatapan matanya kosong, serta tak ada sedikit pun kesedihan terpancar dari wajahnya.
“Rama!!!! Jangan pergi”
Aku pun terbangun, ku lihat sepi di sekelilingku. Kehampaan terasa, dan tubuhku terasa kaku.
Bagaimana jika semua itu terjadi dalam kehidupan nyataku?
Untuk menenangkan pikiranku, aku pun duduk di pelataran gubuk. Dan kurasakan panasnya sengatan matahari.
Apa yang dilakukan Rama saat ini? “Kasihan dia”
Sedari kecil ia sudah tak merasakan belaian kasih sayang dari kedua orang tuanya, sedangkan pamannya tak mampu membesarkan Rama. Namun semua itu tak membuat Rama menyerah” . tidak seperti diriku yang selalu menangisi masa lalu, dan mengutuk kehidupan.”

“Matahari yang semenjak tadi memancarkan hawa panas, lambat laun bersembunyi di balik awan. Akan tetapi Rama tak kunjung pulang”.
Kegelisahan yang semenjak tadi pagi menyelimutiku semakin menjadi, pulanglah Rama”, cepatlah kembali” aku tak mau ketakutan yang kualami benar-benar terjadi.
Terus kutunggu kedatangan Rama di pelataran gubuk, sampai aku tak kuat lagi menahan sengatan angin malam. Akhirnya aku pun memutuskan menunggu Rama di dalam gubuk.
Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu dengan keras, ternyata itu suara Rama.
“Ira, Ira buka pintunya. Buka.
“Ya tunggu sebentar”
Ya ampun Rama, ada apa denganmu?
Tolong aku Ra, sakit!!!
Apa yang telah engkau lakukan Rama? Mengapa tubuhmu dilumuri darah”?
Tadi aku di tusuk oleh temanku, ia dan beberapa teman-temannya masih mencariku.
Sambil memeluk tubuhku, tak henti-henti nya Rama mengeluh kesakitan.
Hingga pada akhirnya Rama menghembuskan nafas, karena terlalu banyak mengeluarkan darah.
“Rama! Bangun Rama, bangun”
Rama!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

“Tuhan mengapa engkau ambil satu-satunya orang yang aku cintai? Apa yang telah kulakukan? Sehingga cobaan yang engkau berikan tanpa henti. Tuhan jika pun ini telah menjadi suratan takdir bagiku, aku ikhlas. Namun aku sangat berharap dapat bertemu lagi dengan Rama suatu saat nanti”.

“Sambil menangis aku pun mengatakan;
“Rama semoga engaku temukan kebahagiaan yang sesungguhnya di alam sana. telah kulalui suka dan duka bersamamu wahai belahan jiwaku. Engkau adalah persembahan tuhan yang terbaik, yang pernah kurasakan. Hati, jiwa, serta pikiranku telah terkubur bersamamu. Ia akan menemanimu dalam kesendirian.
“Rama, engkau telah lantunkan nyanyian yang termerdu. Yang tak mungkin dapat di lantunkan oleh orang lain. Engkau telah hembuskan ribuan nafas cinta, yang tak mungkin dapat dihembuskan oleh yang lain. Hidupku hanyalah untukmu Rama, hanya untukmu. Sampai kelak aku menyusulmu”.
“Itulah kesaksianku di atas nisanmu”.









Cinta yang tak terungkap

Cinta yang tak terungkap

Ada hal yang tak mampu ku ungkapkan kepadamu selama ini.
Perasaan yang ku pendam sejak dulu
Seakan tak mampu kungkapkan kepadamu.
Namun, aku tak ingin mengatakan apa pun tentang perasaan ini
Sampai engkau sendiri yang mengungkap rahasia yang tersimpan rapi di lubuk hatiku yang paling dalam

Ku terbangun ketika cahaya matahari dengan lembut menyapaku. Ku buka tabir jendela, dan ku lihat mentari sangat ramah menyapaku. Aku tersenyum sendiri, seakan-akan aku ingin menyampaikan harapanku yang belum terwujud.
Sekarang masih jam enam pagi, namun aku bergegas untuk mandi. Karena aku ada kuliah pagi hari ini. Walau agak sedikit malas, namun aku tetap memaksakan diri untuk segera bersiap-siap berangkat ke kampus. Pasalnya aku telah dua lali mendapat peringatan karena telat masuk kelas.
Untung saja hari ini aku datang tepat waktu, dan aku tidak menjadi bualan teman –teman kelasku. Karena biasanya aku menjadi bualan teman-teman karena sering telat masuk ke kelas.
Namun laki-laki yang menjadi idolaku selama ini tak tampak batang hidungnya.
Kemana ia? Batinku bertanya.
Tak seperti biasanya, ia tidak mengikuti perkuliahan.

Eh, Mar! kamu tahu ngga’ kemana Riko?
Riko?? Kamu ngga’ dapat kabar apa, bahwa Riko sekarang masuk Rumah sakit karena insiden kecelakaan kemarin.
Ah! Yang benar kamu?
Benar aku serius.!! Habis ini teman-teman mau ke sana besuk Riko.

Ku lihat tubuh Riko terbaring Lemas di atas kasur, tubuhnya pun di balut perban. Kenapa aku begitu simapati kepada Riko? Padahal aku jarang komunikasi sama dia. Apa mungkin dialah Cinta Sejatiku?
Namun samapi saat ini aku hanya mampu menjadi pemuja rahasia Riko. Tanpa mampu mengungkapkannya secara langsung. Lagi pula aku takut, kalau seandainya Riko terang-terangan menolak cinta.

Gi mana keadaan Riko Tante?
Ya beginilah, semenjak kemarin Riko belum sadarkan diri.
Kami semua di sini berdo’a agar Riko lekas sembuh tante.

Terasa semua selesai, kami berpamitan kepad Ibunya Riko. Karena kami semua harus kembali ke kampus melanjutkan perkuliahan. Namun belum sampai kami di depan pintu.
Tunggu!
Tunggu! Seru Riko.
Temani aku di sini.
Melihat kondisi Riko yang seperti itu, akhirnya kami memutuskan untuk tetap tinggal di rumah sakit dan menunda masuk ke kelas.
Kamu sudah sadar? Tanyaku dengan Lembut!
Entah mengapa tiba-tiba Riko meraih tanganku dan memegangnya erat-erat.
Mimpi apa aku tadi malam.
Laki-laki yang ku imipikan selama ini memegang tanganku dengan erat, seakan-akan ia sangat membutuhkan orang di sampingnya.
Din! Mau kah kau Berjanji?
Berjanji Apa?
Berjanji untuk menjagaku di sini samapi kondisiku benar-benar Pulih.
Kau mau kan?
Baiklah, jika hal itu dapat membuatmu lekas sembuh. Aku relah melakukan apa pun.
Terima kasih ya Din.
Ya Sudah sekarang kamu kembali istirahat, dan janji aku tak akan pergi kamana-mana sampai kondisimu benar-benar pulih.

Tak lama setelah aku mengatakan hal tersebut, Riko kemabali memejamkan matanya. Dan nampak ketenagan terpancar dari raut wajah Riko. Dan aku pun kembali duduk di samping tante, yang semenjak tadi sanagat mengkhawatirkan keadaan anaknya.

Oh jadi kamu yang namanya Dina!
Iya, ada apa emngnya tante?
Ngga’, soalnya Riko sering menceritakn perihal tentang kamu.
Cerita apa tante? Tanyaku penasaran.
Dia mengatakan Bahwa, dia sangat mengagumimu. Namun ia tak mampu menyatakan perasaannya kepadamu.
Apa benar Tante? Lagi-lagi aku menanyakan hal yang seakan tak pernah ku percaya.
Benar, Tante ngga’ Bohong.
Jujur Tante, selama ini pun aku pun mengagumi sosok anak tante. Karena ku lihat aia tak seperti laki-laki pada umumnya.

Setelah beberapa hari di rawat di rumah sakit, akhirnya Riko pun di nyatakan sembuh. Namun Ia harus di rawat intensif di rumahnya.

Din! Terima kasih banyak, atas apa yang telah engkau lakukan kepadaku kemarin.
Ah tidak apa-apa Ko, asalkan kamu sehat itu sudah cukup buatku.
Oh ya, Ibuku bilang kemarin kamu cerita sesuatu?
Serita tentang apa?
Tentang perasaanmu kepadaku?
Perasaan apa?
Perasaan kemarin aku tidak menceritak apa pun kepada Tante.
Ada apa memangnya?
Oh ngga’ pa-pa.

Ko! Aku pulang dulu, pasalanya aku harus megerjakan tugas.
Ya sudah, sekali lagi aku ucapkan terima kasih banyak kepadamu.

Maafk aku, jika aku menghianati perasaanku kepadamu.
Aku hanya tidak ingin engkau tahu..
Biar perasaan ini aku simpan di dalam hatiku yang terdalam…
Dan yakinlah Perasaanku ini tak akan pernah pudar..
Walau waktu memisahkan kita.
Sekali lagi maafkan aku yang tak pernah ingin engaku tahu akan perasaanku.
Maafkan aku………….